Menyadari Tanda Kemenangan

admin
No Comments

(Khutbah Idul Fitri 1446 Hijriah, Plaza Masjid Nurul Falaah PLN Pusharlis UP2W IV Bandung)

Oleh Hakim Herlambang Afghandi, M.Pd.

(Staf Pendidik Pesantren Sains & Teknologi Darul Hikam)

Khutbah I

الله أكبر الله أكبر الله أكبر، الله أكبر الله أكبر الله أكبر، الله أكبر الله أكبر الله أكبر

لا إله إلا الله و الله أكبر، الله أكبر ولله الحمد

الله أكبر كبيرا، والحمد لله كثيرا، وسبحان الله بكرة وأصيلا

لا إله إلا الله وحده، صدق وعده، ونصر عبده، وأعز جنده، وهزم الأحزاب وحده

لا إله إلا الله ولا نعبد إلا إياه مخلصين له الدين ولوكره الكافرون

إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا

من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له

أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله، لا نبي بعده

اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين

أيها الحاضرون، اتقوا الله حق تقته، ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون

قال الله تعالى في القرأن الكريم، أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمن الرحيم

والعصر، إن الإنسان لفي خسر، إلا الذين أمنوا وعملوا الصلحت وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر

أما بعد

أيها الحاضرون رحمكم الله

Bulan Ramadhan akhirnya menyadarkan kita, ternyata lauk terbaik untuk menemani makan bukanlah ikan paling mahal, bukan pula daging yang terbaik, bukan sayur atau lalapan kesukaan, juga bukan nasi dari beras pulen pilihan. Itu semua hanya akan menjadi makanan biasa tak bernilai istimewa, kecuali setelah turun suatu karunia ke dalam diri kita yang bernama rasa lapar. Akhirnya kita bisa memperoleh rasa nikmat melalui wasilah rasa lapar. Atas karunia rasa lapar yang masih Allah beri pada kita selama puasa Ramadhan maka sudah sepatutnya kita mengucap syukur, alhamdulillahi rabbil ‘alamin.

Di bulan Ramadhan kita berhasil meningkatkan kualitas ibadah, shalat wajib dan sunah, bacaan dan hafalan al-Qur’an, hingga zakat dan sedekah. Semua itu dapat kita kerjakan dengan mengikuti tuntunan yang dicontohkan dan diajarkan Rasul agung, Nabi yang mulia, teladan terbaik umat manusia, yakni Rasulullah Muhammad ﷺ. Shalawat serta salam semoga tercurah limpah kepada beliau, keluarga, sahabat, dan para shalihin.

الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد

Semasa khatib masih kecil, pernah mendengar kajian melalui pengeras suara masjid yang membahas surah al-Fatihah ayat pertama bersama dengan terjemahannya dalam bahasa Sunda,   بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ   “Kalawan nyebat jenengan Allah, anu maparin ni’mat ageung ka abdina di dunya, sareng anu maparin ni’mat alit ka abdina di akherat.” atau jika dalam bahasa Indonesia, “Dengan menyebut nama Allah, yang memberi nikmat besar kepada hamba di dunia, dan yang memberi nikmat kecil kepada hamba di akhirat.”

Dulu khatib heran, mengapa yang disebut nikmat besar itu di dunia, sedangkan nikmat kecil itu di akhirat. Bukankah dunia ini sementara dan akhirat itu kekal abadi selamanya? Mungkin masih lekat dalam ingatan kita ketika Rasulullah ﷺ membuat sebuah perumpamaan bahwa dunia itu seperti ketika kita sedang mencelupkan jari ke lautan, saat kita angkat jari itu maka air yang tersisa menempel di jari itulah nilai dunia.

Lalu mengapa dunia disebut sebagai nikmat besar? Khatib akhirnya mendapat penjelasan dari guru khatib bahwa dunia disebut nikmat besar karena semua orang: baik ahli taat atau maksiat, bertauhid atau musyrik, beriman atau kufur, muslim atau kafir tetap bisa merasakan nikmatnya dunia selama berusaha untuk mendapatkannya. Makanan, minuman, hiburan, kekayaan, atau kekuasaan bisa didapatkan. Namun, khusus nikmat di akhirat terbatas untuk orang-orang tertentu saja sehingga disebut sebagai nikmat kecil. Ibarat sepeda motor Beat banyak yang mampu beli, tapi Harley-Davidson hanya orang tertentu yang memiliki. Seperti mobil Xenia atau Avanza banyak yang punya, tapi mobil Ferrari hanya dimiliki orang tertentu saja. Sungguh tak ada jalan untuk mendapat nikmat kecil ini kecuali dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah dan Rasul-Nya.

الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد

Jika dalam bulan Ramadhan yang telah dilalui itu kita berhasil konsisten shalat di awal waktu dan berjamaah, melaksanakan puasa, membaca dan menghafal al-Qur’an, menjaga lisan-penglihatan-pendengaran, hingga mampu menjaga kemaluan maka itu adalah tanda-tanda adanya pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala. Kataatan sekecil apa pun, pasti akan mendekatkan kita ke surganya Allah. Dalam ketaatan, meski kebaikan belum datang, ingatlah bahwa keburukan sudah pasti menjauh.

Sebaliknya, jika kita tak bertambah taat saat Ramadhan maka sungguh itu terjadi bukan semata-mata karena kita enggan. Ada yang tak baca al-Qur’an, tak shalat, hingga tak puasa maka sesungguhnya Allah yang tak memberikan pertolongan. Allah tak izinkan sehingga dijauhkan dari hidayah dan nikmat taat. Betapa rugi, begitu menyedihkan. Dalam ketidaktaatan, meski keburukan belum datang, ingatlah bahwa kebaikan sudah pasti menjauh. Bagi kita yang masih lalai, bergembiralah, kehadiran kita pada shalat Idul Fitri ini merupakan bagian dari pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala. Ampunan Allah saat ini masih tersedia.

Pengingat bagi yang sudah taat, jangan berbangga dulu! Tak ada yang menjamin bahwa ibadah yang telah kita lakukan pasti diterima, khauf takut jangan-jangan tidak diterima dan roja’ penuh harap mudah-mudahan Allah menerima. Kita berharap dan bersandar kepada Allah saja, bukan pada amal-amal kita. Tak ada jaminan bahwa ketaatan yang kita lakukan dapat terjaga terus hingga kita wafat. يا مقلب القلوب ثبت قلوبنا على دينك

Juga jangan merasa lebih baik dari yang lain bersebab telah melakukan banyak ketaatan. Bukan tak mungkin ada yang hari ini masih bergelimang dosa, tapi kelak Allah beri akhir kehidupan yang baik, husnul khatimah. Sebaliknya, bukan mustahil ada yang sepertinya ahli ibadah hari ini, tahunya berakhir suul khatimah, naudzubillahi min dzalik.

وَإِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada akhirnya.” (HR. Bukhari No. 6607)

الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد

Buya Hamka pernah berpesan bahwa kita hanya akan dipertemukan dengan apa-apa yang kita cari. Jika kita mencari kebaikan, tentu kebaikan yang akan kita dapatkan. Jika kita mencari keburukan, tentu keburukan yang akan kita dapatkan. Akhir Ramadhan menuju Syawal kerap digaungkan kata-kata meraih kemenangan, pertanyaannya, “Orang seperti apa yang dipertemukan dengan kemenangan?” dan “Kemenangan seperti apa? Melawan siapa?”.

Menang itu dalam bahasa keseharian kita biasa disebut sukses. Banyak yang mengukur kesuksesan itu dengan beragam ukuran. Ada yang mengukur dengan ukuran kecerdasan, makin tinggi sekolahnya, banyak gelarnya, itu sukses. Benarkah demikian? Nanti kita cek. Ada yang mengukur dengan ukuran kekuasaan, makin bagus jabatannya, terpandang di masyarakat berarti sukses. Benarkah demikian? Nanti kita cek. Ada yang mengukur dengan ukuran kekayaan, makin mewah rumah dan kendaraannya, makin luas tanah dan sawahnya, itu sukses. Benarkah demikian? Nanti kita cek.

Di dalam al-Qur’an, surah al-Ahzab ayat 70-71 Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًاۙ

يُّصْلِحْ لَكُمْ اَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْۗ وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar. Niscaya Dia (Allah) akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Siapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, sungguh, dia menang dengan kemenangan yang besar.

Menurut ahli tafsir, apabila suatu ayat diawali dengan seruan يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا   maka akan meniscayakan adanya satu di antara 3 hal. Apakah itu perintah yang wajib ditaati atau larangan yang mesti dijauhi atau informasi penting yang harus diketahui. Di akhir ayat 71 Allah menyatakan bahwa ternyata ukuran menang atau sukses itu adalah taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Bukan terletak pada kecerdasan, kekuasaan, atau kekayaan. Namun, bukan berarti orang Islam tidak boleh cerdas, tidak boleh berkuasa, atau tidak boleh kaya, bukan!

Dulu Allah menciptakan suatu makhluk cerdas, pernah tinggal di surga, sampai selevel nabi pun berhasil ia goda, Iblis namanya. Cerdas luar biasa, tapi membangkang ketika Allah perintahkan untuk sujud hormat kepada Nabi Adam ‘alaihissalam, ia merasa dirinya lah yang lebih mulia. Kecerdasan tanpa ketaatan, berujung kehinaan dan kenestapaan.

Dulu juga pernah ada sesosok manusia, berdarah seperti kita, bedanya sejak lahir statusnya sudah menjadi pangeran dan saat mati statusnya sebagai raja, diutus 2 orang rasul kepadanya, ia malah menentang dan mendaku dirinya sebagai Tuhan, Firaun namanya. Sangat berkuasa pada waktu itu, tapi karena tak taat pada Allah dan Rasul-Nya maka kekuasaannya pun berujung kehancuran, mati ditenggelamkan. Kekuasaan tanpa ketaatan, berujung kehinaan dan penyesalan.

Dulu juga pernah terlahir manusia, namanya masih sering disebut apabila kita menemukan barang berharga, Qarun namanya. Kaya luar biasa, tapi ia merasa bahwa kekayaannya berasal dari hasil jerih payahnya saja, bukan karunia dari Allah subhanahu wa ta’ala, akhirnya berujung kehinaan ditenggelamkan beserta harta-hartanya.

Kisah-kisah tersebut mengajarkan kita bahwa kecerdasan, kekuasaan, dan kekayaan sebesar dan sebanyak apa pun akan tidak bernilai jika tanpa ketaatan. Sebaliknya, melalui diri yang mau melakukan ketaatan, siapa pun kita, berapa pun usia kita, dari latar pendidikan apa pun, kondisi ekonomi apa pun. Selama kita mau taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka kita bisa tergolong orang yang menang, orang yang sukses. Silakan menjadi cerdas! Menjadi berkuasa! Menjadi kaya! Namun, gunakan di jalan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Amanah terhadap harta dan jabatan, menggunakan ilmu yang dipunya untuk kemaslahatan, menjaga shalat dan puasa, memuliakan orang tua, bersikap yang terbaik kepada pasangan dan keluarga, rukun dengan tetangga, menjaga lisan dan perilaku adalah di antara contoh-contoh ketaatan.

الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد

            Ketaatan tidak hanya berbicara tentang bertambahnya kuantitas dan kualitas ibadah, baik ibadah mahdhah-langsung berhubungan dengan Allah ataupun ghairu mahdhah-yang berhubungan dengan sesama manusia. Ketaatan yang jujur adalah manakala kita berhasil menghentikan berbagai keburukan yang biasa dilakukan. Teringat pesan penting dari imam para da’i asal negeri Mesir, Syaikh Mutawalli Asy-Sya’rawi, jika kita bermaksiat karena merasa tidak dilihat Allah maka yang bermasalah sesungguhnya ialah keimanan kita, karena orang beriman memahami bahwa Allah pasti menyaksikan. Kemudian, jika kita menyadari bahwa Allah itu pasti menyaksikan setiap amal perbuatan kita, lantas tetap melakukan kemaksiatan, mengapa kita menempatkan Allah di posisi yang rendah dengan menyaksikan kedurhakaan?

            Pesan penting lain dari ulama yang berasal dari salah satu negeri Syam, Suriah. Syaikh Said Ramadhan Al-Buthi, beliau menjelaskan bahwa saat seseorang terjerumus ke dalam kemaksiatan maka boleh jadi terjadi satu di antara dua keadaan. Pertama, mungkin karena kelemahan dirinya sehingga terjerumus ke lembah kehinaan, amat besar peluang bagi orang seperti ini untuk segera kembali dan diampuni. Kedua, boleh jadi ia bermaksiat karena kesombongan, mewarisi apa yang dicontohkan iblis, lebih besar kesalahannya dan lebih jauh dari pertolongan bagi orang-orang yang melakukan kemaksiatan di atas dasar kesombongan.

            Andai pun hari ini, kita masih terbenam dalam kemaksiatan, semoga bukan karena kesombongan, petantang-petenteng menantang murka dan siksa Allah. Juga bagi saudara-saudara sesama muslim yang hari ini kita saksikan masih tidak puasa, tidak shalat, meminum khamr, berzina, sampai membunuh. Kita doakan, semoga Allah segera bukakan hidayah untuk kembali menjadi orang yang taat, kita sama-sama menuju surganya Allah. Kita boleh benci perbuatannya, tapi tetap kita doakan semoga masih ada jatah surga baginya. Kita berharap mereka diampuni sebagaimana kita berharap Allah mengampuni dosa-dosa kita. Ingatlah, sebesar apa pun dosa kita, ampunan Allah selalu lebih besar. Semoga diri kita, pasangan dan anak keturunan, serta keluarga besar kita termasuk golongan orang yang berhasil untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya, wafat husnul khatimah, dan mendapat surga firdaus-Nya.

فَفِرُّوْٓا اِلَى اللّٰهِ“Bersegeralah kembali (taat) kepada Allah”…

            Bersemangatlah untuk kembali ke jalan yang lurus. Ingatlah isi kandungan dari hadits Qudsi yang menerangkan, saat kita mendekat sejengkal, Allah mendekat sehasta, kita mendekat sehasta maka Allah mendekat sedepa, jika kita berjalan maka Allah mendatangi dengan berlari. Siapa yang mendekati Allah dengan suatu ketaatan, sekecil apa pun, niscaya Allah balas dengan kebaikan yang berlipat ganda. Setiap kali bertambah taat, bertambah pula pahala dan lebih cepat mendapatkan rahmat dan karunia-Nya. Ingatlah juga, sabda dari Rasul kita yang saat ini terpampang di salah satu gerbang menuju makam beliau di Masjid Nabawi:

شَفَاعَتِي لِأَهلِ الكَبَائِرِ مِن أُمَّتِي

Syafa’atku untuk pelaku dosa besar dari umatku (HR. Abu Daud No. 4739).

Diri yang mampu bertakwa, taat kepada Allah dan Rasul-Nya dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan merupakan tanda kemenangan yang sejati. Menyadari tanda kemenangan membawa kita untuk memahami proses yang mesti ditempuh dan tujuan yang kelak mesti dicapai.

الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد

            Selain menyadari tanda kemenangan, ada beberapa hikmah yang bisa kita ambil dari bulan Ramadhan. Pada kesempatan kali ini setidaknya ada 3 hikmah penting:

            Pertama empati, lewat puasa yang dalam prosesnya ada situasi menahan lapar-dahaga kita akhirnya dapat memahami bagaimana sensasi yang dirasakan saudara-saudara kita yang kesulitan saat tak ada sesuatu yang bisa dimakan. Penglihatan dan pendengaran terkadang belum cukup untuk membuat kita mengerti hingga kita mengalaminya sendiri, seketika itu barulah pemahaman itu muncul. Pengalaman puasa membawa kita untuk memahami situasi ini dengan baik.

Kedua ikhlas, sesungguhnya tak ada yang benar-benar tahu apakah kita betul melakukan puasa atau tidak, kecuali Allah. Di sini kita belajar bahwa ibadah itu memang semata-mata karena Allah saja, bukan untuk mencari penilaian di mata orang lain. Meskipun demikian, bukan berarti kita tidak boleh menampilkan amal-amal kita, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Dunia hari ini sedang bergelimang contoh-contoh buruk dari para pelaku maksiat, itu yang banyak disaksikan anak-cucu kita hari ini. Hadirkanlah ketaatan yang kita lakukan sebagai syi’ar contoh-contoh baik untuk menunjukkan bahwa kebaikan itu adalah hal yang mudah, mungkin, dan wajar untuk dilakukan.

            Ketiga sabar, ibadah puasa memiliki ujungnya, yakni waktu maghrib yang akan menggembirakan orang yang berpuasa. Jika ini dijadikan sebuah perumpamaan bagi orang-orang yang sedang dirundung masalah, merasa sempit tak ada jalan keluar, tak ada tempat untuk meminta tolong. Ingatlah, setiap masalah punya waktu maghrib-nya, ada masanya untuk selesai. Setiap sakit memiliki waktu untuk sembuh. Sambil berikhtiar, sandarkanlah diri kepada Allah seraya senantiasa berucap:  

لا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم

“Tiada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung”

Melalui bulan Ramadhan kita berhasil membuktikan bahwa waktu 24 jam sehari merupakan modal yang cukup untuk melakukan beragam kebaikan dan perbaikan. Ingatlah, setelah bulan Ramadhan, ampunan dari Allah masih tersedia, shalat masih dapat dikerjakan, beragam kemaksiatan dapat dihentikan, kepedulian terhadap sesama masih bisa dilakukan, masjid-masjid masih dibuka, dan doa-doa khusyuk yang dipanjatkan masih Allah kabulkan, insya Allah.

بارك الله لي ولكم

Khutbah II

الله أكبر الله أكبر الله أكبر، الله أكبر الله أكبر الله أكبر، الله أكبر

لا إله إلا الله و الله أكبر، الله أكبر ولله الحمد

الله أكبر كبيرا، والحمد لله كثيرا، وسبحان الله بكرة وأصيلا

لا إله إلا الله وحده، صدق وعده، ونصر عبده، وأعز جنده، وهزم الأحزاب وحده

لا إله إلا الله ولا نعبد إلا إياه مخلصين له الدين ولوكره الكافرون

لا إله إلا الله الحليم الكريم، سبحان الله رب العرش العظيم، الحمد لله رب العالمين

اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين

أيها الحاضرون، اتقوا الله حق تقته، ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون

اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمن الرحيم، الحمد لله رب العلمين

رب اغفر لي ولوالدي وارحمهما كما ربياني صغيرا

اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والأموات

اللهم إنا نسالك رضاك والجنة، ونعوذ بك من سخطك والنار 

ربنا هب لنا من أزواجنا وذرياتنا قرة أعين، واجعلنا للمتقين إماما

رب أدخلني مدخل صدق، وأخرجني مخرج صدق، واجعل لي من لدنك سلطانا نصيرا

اللهم يا عالم علمنا ما جهلنا، وذكرنا ما نسينا، وانفعنا بما علمتنا، إنك أنت السميع العليم

يا مقلب القلوب ثبت قلوبنا على دينك

ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا، وهب لنا من لدنك رحمة، إنك أنت الوهاب

ربنا أتنا في الدنيا حسنة، وفي الأخرة حسنة، وقنا عذاب النار

سبحن ربك رب العزة عما يصفون، وسلم على المرسلين، والحمد لله رب العلمين

تقبل الله منا ومنكم، جعلنا الله وإياكم من العا ئدين والفا ئزين

عيدكم مبارك، والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

(Dago Pakar, 29 Ramadhan 1446 Hijriah/29 Maret 2025 Masehi)

Share to :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jl. Dago Giri No.5 Desa Pagerwangi

Kec. Lembang Kabupaten Bandung Barat

Hotline (Whatsapp) : 0821-2200-3070

Lokasi Asrama

Whatsapps

DHBA

Selamat datang di SMP-SMA Berasrama Darul Hikam
Ada yang bisa kami bantu? Silahkan kirim pesan untuk memulai percakapan